PRO DAN KONTRA SCOPUS DARI KACA MATA CHAYEN

Scopus, salah satu permainan yang selalu bikin onar. Bisa bikin semangat, terkenal, sampai depresi bahkan undur diri. Akhir-akhir ini perbincangan tentang scopus pun semakin hangat, pro dan kontra bermunculan, malas sih menanggapi, tapi udah 3 teman ini menanyakan pendapat saya. Mari coba kita lihat dari kaca mata chayen dari dalih-dalih berikut:

1) Kita secara sukarela bahkan dengan membayar, menyerahkan hasil-hasil penelitian kita ke orang asing. Nah ini membingungkan, anggap saya punya Belitung Nursing Journal dan terindex scopus, databasenya jelas ada di Belitung journal kok bukan sama orang asing, scopus hanya mesin pengindex. Bahkan hanya melinkkan saja. Jika memang tidak mau membayar, saya cek ada sekitar lebih dari 500 jurnal yang free tidak berbayar sedikitpun. – Dan masa iya kita hanya melakukan penelitian dan diterbitkan di perpustakaan saja. Mending juga dibaca, ini malah jadi pajangan. Bisa juga dijadikan buku, tapi pasarnya hanya bisa di baca mahasiswa sekitar. Indonesia ini terdiri dari 250 juta jiwa lebih, sangat disayangkan sekali penelitian saudara yang gemilang hanya mentok di perpustakaan saja. Dan Scopus menawarkan semua mata dunia untuk melihat karya kita ini.

2) Kita bahkan semakin tergantung pada penilaian orang asing untuk menilai kinerja kita. – Pengalaman saya sebagai editor jurnal, jelas kita ikuti prosedur yang namanya peer-review process. Jika paper dari Indonesia, kita cari reviewer dari Indonesia dan satunya lagi reviewer dari luar, bahkan tiga reviewer bisa jadi rujukan. Kalau paper dari Viet Nam, kita cari satu reviewer dari viet nam dan reviewer dari Negara lain. Ketergantungan dengan orang asing? That’s impossible. Alasannya hanya satu, agar paper kita bisa di pakai dan diakui dan berguna secara Internasional. Jika tidak mau paper saudara di pakai oleh internasional; maka jurnal local atau nasional bisa jadi rujukan. Dalil ini kurang menguatkan saya berhenti di Scopus, Karena saya belajar banyak dari nenek moyang saya “Florence Nightingale” dari United Kingdom dan rata-rata buku dan tulisannya ada di scopus, saya pun juga mencontoh teori motivasi Abraham Maslow dan Herzberg yang jelas mereka bukan orang pribumi. Bukan dak mungkin nanti muncul teori joko gunawan dan dipakai banyak orang. hehe — Disamping itu dari hasil kunjungan saya ke 11 negara, yang dibahas pasti penelitian, publikasi dan Scopus. Dan gak ada yang mengeluh tentang Scopus. Lah kenapa kita ragu begitu?

3) Ketenaran itu hanyalah dampak. Model dan Hasil penelitian lah yang utama. Publikasi itu hanyalah sebagian. Lah kalau penelitian bagus, dak perlu takut sama Scopus. Itu bukan hantu, bukan pula makanan yang tidak enak. Saya rasa mari kita ikuti permainan terkhususnya anak muda. Perbanyak tulisan di jurnal2 gratis diluar sana. Penuhi dunia Internasional dengan tulisan2mu yang menarik dan menggentarkan hati yang membacanya hehe. Yang jelas jika tulisanmu muncul dan disitasi banyak orang. Disitulah kamu bakal menemukan betapa bahagianya dirimu mengetahui bahwa kontribusi kecilmu ternyata bermanfaat secara Internasional. Namamu yang berasal dari kampung sana tiba-tiba muncul di permukaan. Jikalau para Professor complaint, saya rasa itu wajar, mereka sudah sampai ditahap aktualisasi diri, atau bisa dikatakan sebagai tingkat Nobelist, berada ditingkat paling atas dan apa yang dikatakan mereka ada benarnya. Namun saya rasa kita tidak perlu melemahkan semangat generasi muda yang lagi semangat-semangatnya menulis. Malah seharusnya kasih contoh, memberdayakan atau bila perlu kolaborasi antara senior dan junior.

4) Alternatif lain, bila perlu perbanyak jurnal Indonesia terindex scopus, dan atau kalau punya banyak uang, bikin index baru lagi (tapi rasa2nya kurang greget kalau hanya jago kandang mah). Yaaah.. anggap saja ini hanyalah permainan sambil minum chayen.hehe

Silahkan ditambahkan jika ada ide-ide atau pendapat lain. Tidak ada niat menyinggung, meremehkan atau menjatuhkan. This is just a perpective and all comments are welcomed.

Sekian dan terima kasih.

Salam Chayen, Salam Manis, Salam Terbaik
Joko Gunawan

 

This is an open access article distributed under Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *