Era Revolusi Industri 4.0 dan Pemuda Pembelajar

Pada tanggal 28 Oktober 1928 “Sumpah Pemuda” diikrarkan di Batavia (Jakarta) dengan penuh semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia. Tiga keputusan kongres “tanah air Indonesia”, “bangsa Indonesia, dan “bahasa Indonesia” diharapkan menjadi asas bagi setiap perkumpulan kebangsaan dan pegangan bagi setiap pemuda. Tentu saja, ikrar tersebut bukan hanya untuk disebutkan atau hanya diperingati pada setiap tanggal 28 Oktober, namun ini PR bagi semua pemuda di Indonesia untuk menerapkan serta mempertahankan kedudukan bangsa ini agar tidak terpecah belah, hilang identitas, ataupun hilang arah.

Tidak bisa dipungkiri bahwa waktu bergerak begitu cepat, anak kecil dulu yang masih ingusan, saat ini menjadi generasi penerus bangsa yang dituntut untuk berpikir lebih kritis dan realitis demi kemajuan bangsa. Pemuda dituntut untuk bergerak terus, bergoyang berlika-liku, mengikuti irama perkembangan zaman, serta mencari dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan agar tidak tertindas oleh zona nyaman. Tidak lupa pula untuk mendengarkan semua nasehat para sesepuh atau generasi yang sudah dulu makan asam garam, namun tentunya bukan mutlak untuk mengikuti, tapi lebih menjadi input untuk membuat keputusan yang lebih maju.

Oh Pemuda… jangan lengah! Kita sekarang hidup di era yang berbeda. Otot bukanlah yang utama, tapi teknologi dan ilmu pengetahuanlah yang berkuasa. Jadi janganlah kau habiskan buat tawuran, apalagi saling baku hantam. Lebih baik cara berpikir dioptimalkan dan kualitas diri ditingkatkan sehingga kita bisa memberikan masukan dan kritikan yang membangun serta tajam.

Era revolusi industri 4.0, itulah nama zaman sekarang. Internet sudah menjadi kebutuhan dasar. Tidak posting satu hari di media sosial, hidup terasa tidak nyaman. Bayangkan saja, di Twitter dalam satu detik saja ada 6000 tautan, dan di Facebook ada 500,000 pengguna baru bertambah disetiap harinya. Media sosial saat ini ini menjadi media utama untuk memberikan atau mencari informasi, menggiring opini, mencari kebenaran, serta ketenaran.

Dengan begitu banyak data dan sumber informasi yang ada, tentunya kita sebagai pemuda pembelajar harus pintar dalam memilah data sebagai asupan. Jangan sampai kita masuk atau terjebak pada informasi yang belum tentu benar keabsahan datanya.

Sebagai seorang pemuda Belitung, berikut beberapa hal-hal dasar yang perlu dipertimbangkan dalam memilah informasi dan bersosial media:

Pertama, Pastikan kita percaya bahwa setiap orang mempunyai otak dan pemikiran yang berbeda. Jadi jangan pernah berharap bahwa setiap orang akan mempunyai cara pandang yang sama. Positif dan negatif, atau pro dan kontra tentunya selalu ada, tinggal bagaimana kita menyikapi dengan baik sebagai manusia pembelajar. Jadi jangan terpancing emosi dengan komentar-komentar negatif, karena sesuatu yang sudah terbit baik dalam bentuk cetak atau online akan menjadi milik umum karena bisa diakses semua orang.

Kedua, mari kita kembali ke metode dasar: 5 w 1 h (what, who, where, when, why, how).

What. Saat membaca satu informasi baik dalam bentuk berita atau artikel di koran, blog, jurnal atau bentuk lainnya, pastikan kita mulai langsung pada apa isi berita tersebut dan apa yang sebetulnya terjadi. Selain itu kita juga harus membaca bukan dilihat dari kaca mata/sudut pandang kita saja, tapi lihat juga dari sudut pandang penulis. Jangan langsung ambil kesimpulan dengan terburu-buru, pahami lebih lanjut. Pastikan untuk tidak langsung terfokus pada judulnya, karena banyak sekali judul berita saat ini tidak sesuai dengan isinya dengan alasan biar viral atau menambah “viewer” untuk menambah tebal kantong di celana.

Selain itu, jangan mudah percaya dengan data atau statistik. Banyak sekali sumber informasi yang memberikan data statistik tanpa metode yang jelas yang menimbulkan bias atau kerancuan. Kita sebagai pemuda harus bisa mengkritisi suatu metode, cara dan darimana data tersebut berasal agar terhindar dari hoax.

Why. Mengapa si penulis menulis artikel tersebut, apa yang melatarbelakanginya, serta mengapa hal itu terjadi. Sehingga kita lebih memahami sebelum berkomentar.

Who. Jangan lupa mengecek siapa penulis artikel tersebut, apa latar belakangnya (pendidikan, organisasi, perusahaan, lainnya) serta motifnya. Termasuk di media apa tulisan tersebut dimuat, dan siapa saja yang terlibat. Sehingga kita secara tidak langsung akan mengerti standing point atau cara pandang seseorang dalam melihat sesuatu.

Where. Saat membaca tulisan seseorang, jangan lupa melihat dimana lokasi kejadian. Banyak sekali orang yang ambil gambar atau video orang lain kemudian diedit dan diberi keterangan yang berbeda.

When. Jangan lupa juga memperhatikan kapan suatu kejadian berlangsung. Jangan langsung bereaksi, perlu klarifikasi lebih lanjut.

How. Mengapa hal tersebut terjadi. Jangan mengambil kesimpulan sendiri sebelum data lengkap.

Ketiga, meningkatnya teknologi ini juga merubah model buli saat ini atau dikenal dengan cyber bullying. Di era milenial ini, setiap orang menjelma menjadi seorang netizen yang membuli tanpa pandang bulu, berapapun umurmu, apapun pangkat dan posisimu, tetap saling hantam. Yang akhirnya membuat seseorang malu dan lemah mental. Banyak sekali kasus depresi, perilaku agresif, stress, gangguan mental lainnya serta bunuh diri akibat buli ini. Oleh karena itu, sebagai pemuda pembelajar, kita harus memikirkan akibat apa yang kita tulis atau kita posting sebelum seseorang terluka, sakit, ataupun kehilangan nyawa.

Keempat, tidak bisa dipungkiri, banyak sekarang para pemuda mencari uang sampingan menjadi penggiat media social di Youtube, Instagram, dan Facebook. Disini perlunya penekanan untuk membuat konten yang positif, walaupun hal-hal yang berbau negatif itu yang lebih cepat viral. Pikirkan kembali lebih matang.

Dari empat poin diatas, selain pemuda itu yang harus mengontrol dirinya sendiri, orang tua serta guru juga harus bisa mengimbangi, walau tidak terbiasa, namun dituntut untuk melek teknologi agar bisa mengerti dan memberikan pembelajaran pada generasi muda khususnya pendidikan moral atau adab dalam bersosial media.

Pada akhirnya, sebagai pemuda pembelajar, kita berharap semoga semua pemuda di Indonesia, khususnya di Belitung, untuk saling menghargai satu sama lain, pintar bersosial media, dan memberikan dampak positif pada orang lain, serta menjunjung tinggi nilai sumpah pemuda yang menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang lebih baik.

Selamat hari sumpah pemuda!

Dr. Joko Gunawan

Manggar, Belitung Timur, 28 October 2019

 

This article was licensed under Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)

 

 

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *